Medan – lestari news — Aroma busuk dugaan korupsi kembali tercium dari tubuh perbankan plat merah di Sumut. Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara resmi menahan JCS, Pimpinan PT Bank Sumut KCP Melati Medan, terkait dugaan korupsi penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang merugikan negara.
JCS tak sendirian. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama HA, seorang wiraswasta sekaligus debitur dalam skema kredit tersebut. Namun, hingga berita ini diturunkan, HA mangkir dari panggilan penyidik dan terancam dijemput paksa.
“Penyidik telah mengantongi minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka,” tegas Plh. Kasi Penkum Kejatisu, M Husairi SH MH, Selasa (12/8/2025).
JCS dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ia langsung digiring ke Rutan Tanjunggusta berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kajati Sumut Nomor: Print-05/L.2/Fd.2/08/2025 untuk 20 hari pertama.
Modus: Gelembungkan Agunan dan Palsukan Data
Husairi mengungkap, JCS diduga menjadi otak pengaturan harga agunan dalam pengajuan KPR oleh HA. Keduanya ditengarai menggelembungkan nilai agunan, memalsukan data permohonan kredit, dan mengabaikan prosedur resmi pemberian KPR sebagaimana diatur dalam SK Direksi PT Bank Sumut Nomor: 251/Dir/DKr-KK/Keputusan Direksi/2011 tentang Kredit Pemilikan Rumah Sumut Sejahtera.
Skandal ini berawal dari fasilitas KPR yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kredit Perumahan Rakyat Nomor: 011/KC26-KCPO65/KPR/2013 tertanggal 25 Januari 2013. Dugaan kolusi antara kreditur (JCS) dan debitur (HA) ini dinilai telah mencederai kepercayaan publik terhadap bank milik daerah tersebut.
HA Masih Bebas Berkeliaran
Meski JCS sudah dijebloskan ke penjara, HA masih berkeliaran. “Tersangka HA sudah dipanggil secara patut, tapi belum hadir. Hal ini akan menjadi pertimbangan penyidik untuk melakukan penjemputan paksa,” tandas Husairi.
Hingga kini, Kejatisu masih menghitung potensi kerugian negara. Namun, kasus ini sudah cukup menjadi tamparan keras bagi pengelolaan Bank Sumut, yang semestinya menjadi garda depan pembangunan ekonomi, bukan ladang permainan kredit bermasalah.